Kamis, 14 Februari 2013

Etika media sosial


Pelanggaran Etiket
Dalam bermasyarakat tentu ada etika yang mengatur tentang bagaimana bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. Hal ini juga tidak jauh berbeda dengan bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain di dunia maya, ada aturan-aturan tertentu yang membatasi kita secara moral. Sebenarnya ini bukanlah suatu aturan tertulis akan tetapi untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara personal setidaknya kita harus membatasi apa yang kita ucapkan-lakukan-dan yang terbaru “apa yang kita posting (terutama di media soisal)”.
                Semester lalu saya mengambil mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK), di mata kuliah ini saya diajarkan banyak hal tentang internet, mulai sejarah-perkembangan dan berbagai macam yang berkaitan dengan internet, tentu saja tidak secara mendalam seperti saudara-saudara saya atau mungkin anda yang memang mendalami IT namun ada hal menarik yang saya tangkap dari matakuliah ini yang sekarang sedang Booming, yaitu tentang Netiket (Etika dalam menggunakan Internet).
                Tidak jarang saya menemui teman-teman saya yang terjebak dalam masalah etika berinternet, tidak jarang juga yang masalahnya sampai berlarut-larut atau yang lebih parah sampai ke ranah hukum. Beberapa dari yang saya amati hal ini terjadi bukan karena mereka yang (mohon maaf) tidak faham, karena saya yakin mereka bukan lah tipe orang yang tidak mengerti mana yang bisa menyinggung orang lain dan mana yang tidak, setidaknya itulah beberapa sampel yang saya pelajari.
                Namun dari sekian banyak pengguna internet, tidak semua faham tentang etika berinternet, itulah sebabnya sering kali mereka (yang kurang memahami etika berinternet) terkadang me-posting sesuatu yang tabu/terlalu fulgar bagi pengguna internet pada umumnya namun tidak bagi pelaku posting. Saya secara pribadi tidak terlalu suka memojokan mereka (pelaku posting) yang bermaslah, karena pendapat saya ada banyak factor yang perlu dipertimbangkan sebelum kita benar-benar mengatakan pelaku bersalah.
                Inilah bebarapa factor yang dapat kita pertimbangkan dalam menilai pemosting versi saya :
1.       Kebiasaan pelaku posting, mereka yang memang terbiasa me-posting hal-hal yang tidak lumrah bagi beberapa orang  seprti curhat-ekspose hal yang sifatnya privat-foto narsis dll, tidak akan ragu dalam me-posting sesuatu. Mengapa hal ini perlu dipertimbangkan? Saya rasa ini memiliki kemiripan dengan kasus berikut. Suatu ketika anda di ingatkan oleh teman anda tentang kebiasaan memakan nasi, meskipun ada alternative lain yang bisa jadi lebih sehat jika dikonsumsi, teman anda juga mengatakan banyak hal mengenai efek samping nasi secara medis yang banyak mengandung karbo-glukosa yang bisa memicu diabetes dan bla.. bla.. belajar dari “case” diatas kita tidak bisa kan secara sembrono mengatakan dia bersalah karena kebiasaannya makan nasi? Kita juga harus mempertimbangkan faktor-faktor lain, misalnya teman anda ternyata memiliki alergi dengan sagu dan segala macam yang berhubungan dengan sagu atau alsan-alsan lainnya. Saya rasa itu juga bisa berlaku bagi pelaku posting kontroversial yang kita bahas diatas.
2.       Psikologi/kedewasaan pelaku posting, bisa jadi saudara kita yang memposting memiliki kondisi psikologi yang labil (labil yang saya maksud bukan dalam arti gangguan kejiwaan) akan tetapi kurang dewasa dalam menyikapi permasalahan yang mungkin sedang dia hadapi. Bukankah itu mirip dengan ketika anda memiliki seorang adik balita yang sedang bermain api, kemudian anda peringatkan dengan tegas api itu berbahaya. Menurut anda apa tanggapan adik anda? Pendapat saya 80% akan membenci anda. Ya, itu sangat mungkin bukan? “Tingkat kedewasaan sangat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan”. Saya rasa anda sepakat dengan statement tersebut.
3.       Pada kondisi marah/kecewa, seseorang yang berada dalam keadaan seperti ini pada umumnya akan gegabah dalam menyikapi permaslahan, saya pun merasakan hal yang sama ketika dalam kondisi marah/kecewa, kecenderungan saya untuk melakukan kesalahan lebih besar pada keadaan seperti ini. Namun ada juga beberapa orang yang pandai/terlatih me-manage emosi mereka agar tidak mempengaruhi keputusan yang sedang diambil.
4.       Lingkungan, hal ini terkadang diremehkan padahal pada umumnya orang sangat mudah terpengaruh dengan lingkungannya termasuk dengan siapa dia bergaul. Pendapat saya lingkungan akan mempengaruhi mindset kita pola pikir kita dan yang terakhir akan berpengaruh pada kebiasaan kita. Apakah anda percaya pada sesuatu yang diulang secara terus-menerus akan diterima pada akhirnya? Anda tentu masih ingat istilah “tresno jalaran soko kulino” bukan? Saya anjurkan anda untuk mempercayainya, karena sudah ada bukti secara real tentang prinsip ini. Media TV selalu menggunakan metode ini dalam penayangan iklan comersil guna menarik konsumen. Lantas korelasinya? Karena Lingkungan dapat mempengaruhi kebiasaan orang lain tentu saja ini berhubungan.
Jadi seperti itulah analisa saya tentang pelanggar etiket atau etika berinternet. Dalam penulisan artikel ini saya tidak memihak siapapun, saya benar-benar murni melakukan pendekatan secara analistis. Sangat memungkinkan apa yang saya tulis diatas menyinggung atau penggunaan kata-kata saya yang kurang baik menurut pembaca, oleh karena itu saya mohon maaf atas kekurangan-kekurangan saya dalam penulisan artikel ini, tak lupa saya juga mengucapkan terimakasih pada pembaca atas apresiasi yang  diberikan. Semoga bermanfaat, salam penulis. -E.R.N

0 komentar:

Blogger Template by Clairvo