- Mau Tau?
- Tentang Aku
- my contacthttp://www.facebook.com/elbasvia.rizkynahar
- 2. . .
- 3. . .
- Templets ku
Kamis, 14 Februari 2013
Pelanggaran
Etiket
Dalam bermasyarakat tentu ada etika
yang mengatur tentang bagaimana bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang
lain. Hal ini juga tidak jauh berbeda dengan bagaimana kita berinteraksi dengan
orang lain di dunia maya, ada
aturan-aturan tertentu yang membatasi kita secara moral. Sebenarnya ini
bukanlah suatu aturan tertulis akan tetapi untuk menciptakan hubungan yang
harmonis antara personal setidaknya kita harus membatasi apa yang kita
ucapkan-lakukan-dan yang terbaru “apa yang kita posting (terutama di media
soisal)”.
Semester
lalu saya mengambil mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi dan Komunikasi
(PTIK), di mata kuliah ini saya diajarkan banyak hal tentang internet, mulai
sejarah-perkembangan dan berbagai macam yang berkaitan dengan internet, tentu
saja tidak secara mendalam seperti saudara-saudara saya atau mungkin anda yang
memang mendalami IT namun ada hal menarik yang saya tangkap dari matakuliah ini
yang sekarang sedang Booming, yaitu tentang Netiket (Etika dalam menggunakan
Internet).
Tidak
jarang saya menemui teman-teman saya yang terjebak dalam masalah etika
berinternet, tidak jarang juga yang masalahnya sampai berlarut-larut atau yang
lebih parah sampai ke ranah hukum. Beberapa dari yang saya amati hal ini
terjadi bukan karena mereka yang (mohon maaf) tidak faham, karena saya yakin mereka bukan lah tipe orang yang
tidak mengerti mana yang bisa menyinggung orang lain dan mana yang tidak, setidaknya
itulah beberapa sampel yang saya pelajari.
Namun
dari sekian banyak pengguna internet, tidak semua faham tentang etika
berinternet, itulah sebabnya sering kali mereka (yang kurang memahami etika
berinternet) terkadang me-posting sesuatu yang tabu/terlalu fulgar bagi
pengguna internet pada umumnya namun tidak bagi pelaku posting. Saya secara
pribadi tidak terlalu suka memojokan mereka (pelaku posting) yang bermaslah,
karena pendapat saya ada banyak factor yang perlu dipertimbangkan sebelum kita
benar-benar mengatakan pelaku
bersalah.
Inilah
bebarapa factor yang dapat kita pertimbangkan dalam menilai pemosting versi
saya :
1.
Kebiasaan
pelaku posting, mereka yang memang terbiasa me-posting hal-hal yang tidak
lumrah bagi beberapa orang seprti curhat-ekspose hal yang sifatnya privat-foto
narsis dll, tidak akan ragu dalam me-posting sesuatu. Mengapa hal ini perlu
dipertimbangkan? Saya rasa ini memiliki kemiripan dengan kasus berikut. Suatu
ketika anda di ingatkan oleh teman anda tentang kebiasaan memakan nasi,
meskipun ada alternative lain yang bisa jadi lebih sehat jika dikonsumsi, teman
anda juga mengatakan banyak hal mengenai efek samping nasi secara medis yang
banyak mengandung karbo-glukosa yang bisa memicu diabetes dan bla.. bla.. belajar dari “case” diatas
kita tidak bisa kan secara sembrono mengatakan dia bersalah karena kebiasaannya
makan nasi? Kita juga harus mempertimbangkan faktor-faktor lain, misalnya teman
anda ternyata memiliki alergi dengan sagu dan segala macam yang berhubungan
dengan sagu atau alsan-alsan lainnya. Saya rasa itu juga bisa berlaku bagi pelaku
posting kontroversial yang kita bahas diatas.
2.
Psikologi/kedewasaan
pelaku posting, bisa jadi saudara kita yang memposting memiliki kondisi
psikologi yang labil (labil yang saya maksud bukan dalam arti gangguan
kejiwaan) akan tetapi kurang dewasa dalam menyikapi permasalahan yang mungkin
sedang dia hadapi. Bukankah itu mirip dengan ketika anda memiliki seorang adik
balita yang sedang bermain api, kemudian anda peringatkan dengan tegas api itu
berbahaya. Menurut anda apa tanggapan adik anda? Pendapat saya 80% akan
membenci anda. Ya, itu sangat mungkin bukan? “Tingkat kedewasaan sangat
mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan”. Saya rasa anda sepakat
dengan statement tersebut.
3.
Pada
kondisi marah/kecewa, seseorang yang berada dalam keadaan seperti ini pada
umumnya akan gegabah dalam menyikapi permaslahan, saya pun merasakan hal yang
sama ketika dalam kondisi marah/kecewa, kecenderungan saya untuk melakukan
kesalahan lebih besar pada keadaan seperti ini. Namun ada juga beberapa orang
yang pandai/terlatih me-manage emosi mereka agar tidak mempengaruhi keputusan
yang sedang diambil.
4.
Lingkungan,
hal ini terkadang diremehkan padahal pada umumnya orang sangat mudah
terpengaruh dengan lingkungannya termasuk dengan siapa dia bergaul. Pendapat
saya lingkungan akan mempengaruhi mindset kita pola pikir kita dan yang
terakhir akan berpengaruh pada kebiasaan kita. Apakah anda percaya pada sesuatu
yang diulang secara terus-menerus akan diterima pada akhirnya? Anda tentu masih
ingat istilah “tresno jalaran soko kulino”
bukan? Saya anjurkan anda untuk mempercayainya, karena sudah ada bukti secara
real tentang prinsip ini. Media TV selalu menggunakan metode ini dalam
penayangan iklan comersil guna menarik konsumen. Lantas korelasinya? Karena Lingkungan dapat mempengaruhi kebiasaan orang lain tentu saja ini
berhubungan.
Jadi seperti itulah analisa saya
tentang pelanggar etiket atau etika berinternet. Dalam penulisan artikel ini
saya tidak memihak siapapun, saya benar-benar murni melakukan pendekatan secara
analistis. Sangat memungkinkan apa yang saya tulis diatas menyinggung atau
penggunaan kata-kata saya yang kurang baik menurut pembaca, oleh karena itu
saya mohon maaf atas kekurangan-kekurangan saya dalam penulisan artikel ini, tak
lupa saya juga mengucapkan terimakasih pada pembaca atas apresiasi yang diberikan. Semoga bermanfaat, salam penulis. -E.R.N
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: