Kamis, 28 Februari 2013


JIWA BISNIS DI USIA MUDA

Berita tentang sulitnya mencari pekerjaan dewasa ini sudah sangat akrab di telinga kita. Banyak yang beranggapan mencari pekerjaan bagi “job seeker” di ibukota lebih menjanjikan, sehingga tidak sedikit mereka hijrah ke ibukota untuk mendapatkan pekerjaan, ironisnya tidak sedikit pula yang pulang ke kampung halaman dengan tangan hampa atau bahkan tidak berani pulang ke rumah karena malu dengan orang tua-tetangga dan teman.
            Keadaan ini semakin menjadi-jadi dan kian memburuk, bahkan berita terakhir yang terdengar menjadi pukulan berat bagi para lulusan S1. Dari beberapa informasi yang saya dapatkan dari beberapa sumber yang cukup baik kredibilitasnya tingkat pengangguran untuk SDM setingkat S1 mencapai angka fantastis, kesemuanya melebihi 3 digit yang berarti kondisi lapangan pekerjaan di Negara kita tercinta ini dalam keadaan yang sangat memprihatinkan.
            Solusi terbaik untuk menghadapi permasalahan hidup ini adalah mengubah pola pikir kita dari yang awalnya “Job seeker” menjadi mereka yang disebut “Job Creater” atau yang lebih akrab dengan sebutan “entrepreneur”. Menjadi seorang entrepreneur memang tidak lah semudah membalikan telapak tangan, haruslah kita tanamkan pola pikir ini sedini mungkin bagi mereka yang benar-benar akan menjadi seorang entrepreneur/pengusaha.
            Dari fenomena di sekitar saya, banyak sekali mahasiswa yang memulai karir bisnisnya saat di jenjang kuliah. Seolah-olah hubungan antara bisnis dengan dunia kampus bisa dikatakan sebagai “Right Choice at the right place and at the right time”, kondisi lingkungan yang sangat mendukung dan fleksibilitas serta mobilitas mahasiswa yang terbilang sangat tinggi akan meningkatkan kesempatan untuk menciptakan lapangan kerja baru dengan berbisnis. Namun tidak sedikit mahasiswa yang kurang berani mengambil langkah ini, kalau boleh saya katakan mereka cenderung banyak mempertimbangkan hal-hal yang sifatnya abstrak, sesuatu yang hanya dalam perkiraan dan belum tentu terjadi bukankah bisa dikatakan abstrak?
            Beberapa hal yang menghambat mahasiswa untuk mengambil keputusan berbisnis dari data yang saya dapat diantaranya :
1.      Permasalahan modal menjadi faktor utama yang dapat menghambat.
2.      Adanya pikiran-pikiran negatife yang belum tentu terjadi.
3.      Kekhawatiran mengganggu akademik.
4.      Kemampuan dalam melihat peluang yang belum matang atau perlu diasah
Kita pasti mengenal –ilmu bodoh- ala bapak Bob Sadino, banyak hal yang bisa kita pelajari dari pendapat beliau ini. Sebenarnya ada satu garis besar dari apa yang disampaikan oleh beliau, inti yang saya tangkap dari penjelasan beliau adalah jangan pernah NO Action Talk Only, yang terpenting dari memulai sesuatu adalah aksi kita, jangan terlalu banyak mempertimbangkan reaksi dari aksi tersebut, karena sangat mungkin sekali perkiraan anda untuk gagal dalam berbisnis itu salah. Tidak ada rumusan khusus untuk berbisnis.  Saya yakin orang-orang yang sekarang besar karena bisnis mereka, dulu  juga pernah mengalami masa suram, prinsip berbisnis yang paling utama menurut saya adalah trial and error. Jadi, Masih merasa ragu untuk memulai bebisnis?

      Kesimpulan yang dapat kita ambil dari uraian diatas adalah :
1.      Dewasa ini, tidak cukup hanya menjadi “job seeker” kita harus mempertimbangkan untuk menjadi “job creater”.
2.       Memulai belajar untuk berbisnis sedini mungkin, apa lagi pada jenjang perkuliahan, akan sangat banyak peluang-peluang yang bisa kita dapatkan.
3.      Jangan pernah NO Action Talk Only, artinya bertindaklah dan bertindaklah.
4.      Tidak selamanya kita harus mempertimbangkan sesuatu masak-masak dan mendalam, karena itu dapat menghambat kreatifitas kita.
5.      Dan yang terakhir ”berbisnis lah seperti anda belum pernah memulainya sama sekali” –Trial and Error-
Selamat mencoba berbisnis. . .

0 komentar:

Blogger Template by Clairvo